Mendengarkan berbeda dengan mendengar. Perbedaan itu dalam Bahasa Jawa akan lebih mudah kita telisik. Ngrungokke adalah terjemahan dari mendengarkan, sedangkan krungu adalah terjemahan dari mendengar. Ngrungokke jelas berbeda dengan krungu, apalagi rungon-rungon sebagai sebutan untuk mendengar dalam kadar yang samar-samar.
Antara mendengarkan dan mendengar memang terdapat irisan atau hal-hal yang sama. Kedua jenis aktivitas ini sama-sama menggunakan indra pendengaran yaitu telinga sebagai alat utamanya. Tentunya ditambah otak sebagai pusat pengendali akivititas fisik dan mental untuk mendengarkan atau mendengar.
Namun, terdapat perbedaan konsentrasi maupun energi yang dikeluarkan. Ketika seseorang beraktivitas mendengarkan tentu menguras konsentrasi dan energi yang lebih ketimbang beraktivitas mendengar. Mendengarkan butuh usaha yang lebih untuk memusatkan pikiran, mengatur sikap tubuh, telinga, mata, tangan, kaki agar mampu menyerap apa yang didengarkan.
Mendengarkan sesungguhnya menjadi faktor penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berkomunikasi dan membangun komunitas. Sayangnya, kebanyakan orang lebih suka banyak berbicara daripada banyak mendengarkan.
Orang lebih cenderung berbicara untuk meminta, menyuruh, bahkan menceramahi orang lain ini itu. Sebaliknya, orang merasa tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekadar mendengarkan orang lain yang menyampaikan uneg-uneg, curhat kesakitan fisik, kesesakan mental, kesesakan hidup yang sedang dihadapi.
Ada sebuah riset yang menunjukkan, tiga dari empat orang di Amerika memerlukan didengarkan dan mendengarkan (bolehlah dalam kadar ringan berupa ngobrol atau curhat). Mereka menderita apa yang disebut emotionally induced illness, penyakit yang disebabkan emosi. Penyakit inilah yang cenderung diderita masyarakat dan memenuhi ruang perawatan di rumah sakit di Amerika. Ada banyak orang yang tertekan, tersinggung, stress, mengalami luka batin yang semakin menganga hanya karena orang lain tidak peduli mendengarkan keluhannya.
Di sisi lain, terkadang sudah ada orang yang mau peduli mendengarkan, namun sayang belum menguasai cara mendengarkan dan berkomunikasi dengan baik. Bisa saja bermaksud baik untuk meringankan beban mental orang lain, namun terkadang tanpa disadari justru menjadi kontra-produktif dengan keluarnya kata-kata yang dampaknya menyakitkan hati. Sekali lagi, menguasai cara mendengarkan dan cara berkomunikasi dengan baik memang sangat diperlukan.
Yang perlu menjadi pemahaman dasar, hidup orang lain bisa menjadi hancur, persahabatan bisa terpecah, keluarga menjadi bermusuhan, organisasi menjadi berantakan gegara kegagalan dalam berkomunikasi.
Apakah kita sudah mendengarkan orang lain berbicara seperti kita ingin didengarkan ketika kita sedang berbicara?
Ya, mendengarkan memang butuh ketrampilan dan kepastian diri untuk berbicara. Namun perlu diingat, kemampuan berbicara terlebih dahulu justru membutuhkan ketrampilan dan niat baik dari diri kita untuk mendengarkan orang lain berbicara. Karena itu upaya-upaya mendengarkan membutuhkan lebih banyak energi.
Seorang ahli komunikasi berkata, “Mendengarkan adalah kerja keras dan membutuhkan energi yang meningkat. Denyut jantung meningkat, sirkulasi darah meningkat, temperatur juga meningkat ketika beraktivitas mendengarkan.”
Karena itu, mendengarkan mestinya menjadi kegiatan kita yang lebih tinggi intensitas dari aktivitas lainnya, kecuali bernafas. Mendengarkan menjadi kunci sukses dalam berkomunikasi dan mengembangkan kapasitas diri.
Dalam kitab-kitab kuno ada banyak tulisan pentingnya aktivitas mendengarkan. Seperti: “Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan, aku dapat memberikan semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” Kemudian ada lagi tulisan berikut: ” Jika Anda gemar mendengarkan, Anda akan menambah pengetahuan. Jika Anda memiringkan telinga, Anda menjadi bijaksana.”
Psikolog Carl Rogers berkata, “Ketidakmampuan orang berkomunikasi merupakan hasil dari suatu kegagalan untuk mendengarkan secara efektif, kurang terampil dan kurang memiliki perhatian dan pengertian pada orang lain.” Ya, biasanya kita dapat mendengar (hearing) dengan baik, tetapi sayangnya tidak mendengarkan (listening) dengan baik.
Lantas, bagaimana cara bisa mendengarkan secara efektif? Kabar baiknya, mendengarkan secara efektif bukan merupakan ketrampilan alamiah bagi seseorang, namun hal ini merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari dan dilatih untuk menjadi lebih efektif.
Samual H Tirtamihardja, seorang pengajar dan motivator memberikan 12 kunci dasar yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan dan melatih kemampuan mendengarkan secara efektif sebagai berikut:
#1. Berhenti Berbicara
Berhenti berbicara merupakan hal yang paling sulit, tetapi ini mesti dilakukan agar dapat mendengarkan secara efektif. Manusia memang cenderung lebih suka berbicara daripada mendengarkan. Yang perlu diingat, kita tidak dapat mendengarkan dengan baik apabila sedang berbicara. Karena itu, berhenti berbicara merupakan kunci dasar agar kita mampu mendengarkan dengan baik.
#2. Berikan Perhatian Secara Penuh
Selama berkativitas mendengarkan sebaiknya kita melakukan dengan penuh konsentrasi. Agar lebih fokus kita perlu memandang mata lawan bicara. Tidak perlu melakukan gerakan-gerakan tubuh yang mengganggu konsentrasi kita.
#3. Buat Lawan Bicara Nyaman
Membuat lawan bicara nyaman atau senang. Ini bukan berarti bersikap asal bapak senang. Tetapi maksudnya agar lawan bicara merasa bebas dapat berbicara. Kalau lawan biaca nyaman, maka dia akan lebih membuka diri. Hasilnya kita akan memperoleh tujuan dari aktivitas mendengarkan yang kita lakukan.
#4. Tunjukkan Sikap Mau Mendengarkan
Menunjukkan sikap menaruh minat terhadap apa yang dibicarakan lawan bicara sangat diperlukan. Karena hal ini akan membuat lawan bicara merasa dihargai, sehingga ia akan berbicara dengan penuh semangat dan menyampaikan apa yang perlu didengarkan dengan bebas dan utuh.
#5. Dengarkan Segala Hal yang Dikomunikasikan
Tanda kita mampu mendengarkan segala hal yang dikomunikasikan adalah kita dapat menyarikan komunikasi mana yang meruapakan FAPEK (Fakta – Perasaan – Emosi – Kesan). Berarti kita mampu tidak mencampuradukkan keempat hal tersebut, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan mengenai apa yang disampaikan oleh yang berbicara.
#6. Perhatikan Pandangan Orang Lain
Memperhatikan pandangan orang lain dapat dilakukan dengan cara menempatkan diri kota pada posisi orang lain, kita dapat melihat hal-hal dari sudut pandangnya.
#7. Sabar
Sabar dalam menyediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang lain. Artinya menyediakan waktu yang cukup agar orang lain dapat tuntas menyampaikan apa yang akan dibicarakan dan dapat kita dengarkan dengan penuh perhatian.
#8. Jaga Sikap
Menjaga sikap agar emosi senantiasa terkendali sehingga kita tidak terganggu konsentrasi untuk mendengarkan apa yang dibicarakan lawan bicara. Menjaga sikap agar emosi terkendali diperlukan karena apabila seseorang tidak mampu mengendalikan emosi, maka ia akan rentan keliru dalam menangkap arti yang dibicarakan lawan bicara.
#9. Lemah Lembut terhadap Argumen dan Kritik
Berusaha agar lawan bicara tidak menjadi defensif dan marah. Tidak perlu berargumentasi, agar kita dapat menangkap pesan yang akan disampaikan lawan bicara.
#10. Bertanya
Bertanya merupakan salah satu cara agar lawan bicara terdorong untuk mengungkapkan lebih lengkap dari apa yang dibicarakannya. Dengan demikian akan semakin lebih banyak informasi yang dapat kita terima.
#11. Dengarkan Secara Objektif
Mendengarkan secara objektif berarti tidak ada perasaan menutup diri terhadap apa yang dibicarakan lawan bicara. Mendengarkan dahulu secara tuntas apa yang dibicarakan lawan bicara tanpa harus menyela atau memberhentikan orang lain berbicara. Tidak mengambil kesimpulan sebelum lawan bicara berhenti juga menjadi cara untuk dapat mendengarkan secara objektif.
#12. Berhenti Berbicara
Mengulangi langkah pertama yaitu berhenti berbicara. Mengapa langkah ini ditulis dua kali? Karena berhenti berbicara merupakan hal yang sulit, namun berhenti berbicara merupakan inti agar kita dapat mendengarkan dengan baik, bukan sekadar mendengar.
***