Di bawah rerimbunan pohon jati adalah rumah yang kami tempati saat ini. Rumah tabon peninggalan swargi bapak dan ibu. Sangat beruntung berkesempatan menempati rumah dan pekarangan yang sangat luas dibandingkan rumah kami di perantauan sana.
Banyak sedulur dan tetangga yang sering mengingatkan agar berhati-hati menempati rumah tabon yang dikelilingi rerimbunan tanaman jati ini. Mereka baik hati, karena khawatir karena rumah tabon ini bisa kembrukan pohon jati apabila angin ribut menerjang.
Meski terkadang merasa was-was juga, kami sangat menikmati mendiami rumah tabon ini. Karena ada banyak kenangan indah masa kanak-kanak dan remaja di tempat ini. Di rumah ini kami dulu menjalani masa kanak-kanak sebagaimana anak desa pada umumnya.
Membangkitkan kembali kenangan indah bermain bola, main petak umpet, gobak sodor bersama teman-teman sehabis jam sekolah. Bareng-bareng ke ladang ngarit mencari pakan ternak.
Kenangan indah dulu sewaktu sore tugasnya ngurung pitik, ngelapi semprong dan menyalakan lampu minyak. Betapa semangatnya dulu belajar meski penerangannya memakai lampu teplok.
Sungguh masa lalu penuh kenangan indah dan mengesankan terbangkitkan dari rumah tabon ini. Kenangan indah yang terus membakar semangat untuk melanjutkan perjuangan memasuki usia yang tidak muda lagi dengan kondisi fisik yang sejujurnya perlahan tergerus menurun kekuatannya.
Rerimbunan pohon dan tanaman di sekitar rumah tabon membuat suasana tenteram dan kerasan untuk mendiami. Dan ternyata rerimbunan itu juga membuat kerasan burung sehingga ada banyak susuh manuk di pepohonan sekitar rumah.
Udara segar ketika surya mulai bersinar. Suara burung cucak, sikatan, burung ocehan di pagi hari semakin menyemangati.
Takjub dan gembira rasanya melihat ulah burung terbang berkejaran hinggap di antara dahan pepohonan. Gerak lincah mereka seakan memberi tanda, sapa gelem obah mesti mamah. Siapa mau bekerja, dia pasti memperoleh rejeki.
Burung di pepohonan dan terbang di udara pun dipeliharaNya, apalagi manusia sebagai ciptaanNya yang paling sempurna.