Mengapa Ada Banyak Pool Bus AKAP di Semin?

Ini bukan cerita politik atau kebijakan pemerintah. Ini hanya cerita ringan. Cerita rakyat kecil sebagaimana yang saya alami, dan mungkin juga dialami kawan-kawan senasib yang mesti beboro ke keluar wilayah Gunungkidul untuk bisa ceker-ceker golek pangupa-jiwa.

Menjadi pertanyaan dan keheranan yang belum terjawab tuntas sampai kini. Mengapa bis-bis nJakartanan yang beroperasi di Gunungkidul kebanyakan membuat pool di kawasan Semin? Mengapa bukan di Rongkop di ujung tenggara Gunungkidul sana atau di Tepus atau Mbaron? Mengapa juga bukan di Ponjong, yang dulu merupakan ibukota Kabupaten Gunungkidul sebelum dipindah ke Wonosari? Sepertinya hanya bus ML yang membuat pool besarnya di wilayah Kota Wonosari.

Apakah karena ada banyak perantau dari kawasan Semin dan sekitarnya? Apakah karena kawasan sepanjang jalur dari Wonosari – Karangmojo – Semin lebih duluan berkembang dibandingkan wilayah lainnya? Apakah memang dari sononya begitu dan gak ada gunanya dipertanyakan?

Yang jelas, Terminal Bus yang baru di Selang atau di Baleharjo jaman dulu itu ramainya hanya sesaat jam-jam sebelum keberangkatan bus-bus nJakartanan itu. Pagi atau sore-nya menjadi sepi kembali. Mungkin hanya dua-tiga-empat bis lokalan Wonosari-Jogja yang setia melayani penumpang lajon yang nampaknya juga semakin berkurang.

Nun jauh di sana, ada banyak kaum urban modern dari Gunungkidul yang nampaknya sudah lebih sering pulang kampung dengan naik kereta kelas Argo atau numpak montor mabur turun di lapangan Maguwo. Munggah ke Wonosari dengan naik jemputan Innova, Mersi, atau Wrangler-Rubicon.
Tetapi, sampai kini, bus-bus nJakartanan yang melayani trayek ke Wonosari tetap eksis. Masih ada lebih banyak sedulur-sedulur kaum beboro yang tetap setia mempercayakan kebutuhan pergi-pulang dari kampungnya dengan numpak bus jurusan Wonosari-Semin itu.

Keguyuban, kemeriahan, dan juga perjuangan numpak bus yang kadang mengalami kerusakan di perjalanan itu sangat membekas dan sejatinya menorehkan pengalaman mendalam memperkaya hidup. Dioper di tengah jalan entah di Bumiayu atau Tegal atau Cirebon, kemudian uyel-uyelan naik bus ekonomi yang sudah penuh penumpang dan terpaksa duduk di atas tumpukan kardus barang bawaan itu rasa-rasanya membuat bara api perjuangan tetap menyala.

“Mandhap pundi mas? Kula mandhap protelon Gading. Kula mandhap Pasar Karangmojo. Kula mandhap pool Semin.

Spread the love