Para ahli linguistik berpandangan bahwa bahasa merupakan sistem tanda. Bahasa merupakan wakil dari sesuatu. Mulai dari yang bentuknya abstrak hingga konkret. Bahasa juga dapat menjadi tanda atas perasaan manusia, sesuatu yang niskala (kokoh, kuat). Selain itu bahasa pun menjadi tanda atas benda-benda berwujud, seperti kata pohon yang mewakili sebuah tumbuhan berbatang kayu dan berdaun.
Terkait bahasa sebagai tanda, Saussure menggunakan tiga istilah, yaitu: sign (tanda), signifier (penanda), dan signified (petanda). Saussure mengonsepkan, bahwa tanda mempunyai dua sisi. Pertama adalah imaji bunyi sebagai penanda. Kemudian konsep atau petanda.
Misalnya ketika kita mendengar atau mengucapkan kata langit, kita langsung membayangkan konsep di dalam benar: luas, biru, gerombolan warna putih yang membentuk sembarang bentuk. Langit adalah penanda. Sementara gambaran di benak merupakan petanda.
Penanda bisa menimbulkan petanda. Begitu pun sebaliknya. Penanda dan petanda berhubungan. Lebih dari itu, perlu digarisbawahi, bahwa keduanya memiliki relasi yang arbitrer. Maksud arbitrer adalah sifanya manasuka, berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Makna sebuah kata tergantung dari konvensi (kesepakatan) masyarakat bahasa yang terlibat dalam komunikasi tersebut.