Ternyata namanya TONG STAND, bukan TONG SETAN sebagaimana yang saya dengar sewaktu pertama kali nonton Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-Alun Utara jaman masih sekolah SMP dulu kala. Tong Stand adalah pertunjukan uji ketrampilan, uji nyali, juga uji kecerdasan berupa atraksi keahlian dan kelincahan mengendarai motor di bidang lingkaran miring hampir tegak 90 derajat.
“Ngueng-ngueng-nguenggggg…..” begitulah suara sepeda motor (sepertinya RX King) meraung-raung, sang pengendara memulai aksinya menyusuri sirkuit balap berupa lingkaran bidang miring menyerupai “tong” itu.
Begitu menuruni anak tangga dari tribun penonton, anak saya berucap, “Bagus Pak. Hebat banget pembalapnya. Di akhir lap ia sempat los stang segala, dan mengajak penonton bertepuk tangan.” Sembari menunjukkan foto jepretannya untuk tugas ekskul fotografi, anak saya memperlihatkan foto kelihaian dan kenekadan sang pembalap di arena “tong stand” tersebut.
Dalam hati saya berguman, mungkin ada benarnya nama pertunjukan itu dahulu “TONG SETAN”. Setan di sini tidak “baen-baen”. Setan yang disematkan pada sebuah pertunjukkan yang bagus di mata pemain dan penonton. Setidaknya di arena tersebut, setan diasosiasikan dengan sebuah keberanian, kenekatan, kelihaian, dan juga kecerdasan pembalap motor yang menghibur puas penonton. Ini jelas berbeda dengan paradigma umum, karena setan biasanya disematkan pada sebuah tindakan kejahatan, niat jahat, bisa pula permufakatan jahat.
Wis gak usah cerita tentang setan. Wong saya ya bukan ahli tentang setan, nanti malah dikira penistaan ajaran agama atau ujaran kesukaan atau kebencian sama si setan. Yang jelas, pertunjukan di arena pasar rakyat ini namanya bukan TONG SETAN tetapi TONG STAND.
Ngomong-ngomong tentang Pasar Malam Sekaten Yogyakarta, sebenarnya ada banyak yang ngangeni, seperti: wahana Ombak Banyu, Wedang Ronde, dan aneka stand pakaian serta barang kebutuhan rumah tangga. Celinguk sana-sini, yang sekarang sudah tidak ada adalah pertunjukan doger atau barongan, yang kata istri saya, pertunjukan itu terasa sangat menakutkan. Ia mengaku, rasa menakutkan melihat barongan itulah pengalaman pertama nonton Pasar Malam Sekaten bersama rombongan satu desa dari Ngalang Gedangsari jaman dulu kala.
***