Sang Werkudara, itulah tokoh wayang kulit pemberian Mbah Kung ke anakku, saat dia pulang kampung liburan sekolah Juli 2013. Liburan itu, dia memang pengen pulang kampung menemani Embah di rumah. Ada berbagai kegiatan yang Mbah lakukan masa liburan kala itu, antara lain ulang tahun desa, tradisi bersih desa, hajatan sedulur, dan sebagainya. Kepulangan anakku menjadi kegembiraan bagi Mbah, karena bisa diajak menemani ke berbagai acara.
Sang Werkudara, nampaknya begitu dihayati anakku. Meskipun hanya wayang plastik murah yang dibeli dari bakul mainan anak di desa. Di rumah Serpong, anakku sering memainkan karakter wayang itu. Ia sepertinya terkesan dengan pengalaman nonton wayang di belakang kelir bersama Mbah Kung. “Mbah itu banyak bercerita tokoh wayang lho Pak,” ujarnya suatu ketika.
Sang Werkudara itu pula ternyata wujud hadiah pulang kampung terakhir dari Mbah Kung. Pada 1 Oktober 2013 malam, aku ngobrol panjang aneka cerita per telepon dengan Mbah Kung. Kami menginfo mau pulang kampung pada Rabu 9 Oktober 2013. Juga janjian dengan Mbah untuk bareng-bareng ke Yogya buat cari info sekolah SMA.
Jumat pagi 4 Oktober 2013, Mbah Kung seperti biasa golek pakan sapi ke ladang wetan Ngringin. Kepergian yang begitu cepat, Mbah Kung menghadap kepada Sang Pengada di tempat ia menikmati aktivitas bertaninya. Lek Yanto kerabatku menjumpai Mbah sudah berpulang di tengah ladang itu. Ia berlari ke ladang setelah tukang traktor di sebelah timur ladang melihat Mbah yang lagi ngarit terjatuh.
Mbah memang tak pernah menyerah. Semua dijalani seperti biasa, meski keterbatasan fisik jantung telah beberapa kali menyerangnya. Sejak tahun 2005, Mbah rutin meminum obat wajib penanganan jantung koronernya. Tahun itu pula Mbah menerima kateterisasi dan pemasangan cincin di pembuluh koronernya.
Pernah beberapa kali Mbah masuk ruang ICU karena kena serangan jantung lagi. Pernah pula suatu pagi, Mbah tiba-tiba jatuh sewaktu bangun, badan separuh mati tak bisa bergerak. Mbah didiagnosis terkena gejala stroke. Mbah masuk perawatan intensif. Sepulang dari rumah sakit, Mbah berusaha bisa beraktivitas normal. Mulai dari fisioterapi, latihan berdiri, latihan jalan, jalan pagi, sampai kemudian bisa bersepeda, naik motor lagi, dan bisa pergi ke ladang lagi.
Lamun ngelingi Gustiku,
sedhihku enggal sirna,
dak tut buri ing salaku,
wit ginendhing ing sihNya,
saiba ayem ing kalbu,
yen rineksa Hyang Agung,
ngarah apa maneh aku,
sayogya aku ngidung.